Kerjasama Indonesia Australia Tingkatkan Keamanan Pelabuhan


BALI – Pemerintah Indonesia dan Australia telah menjalain hubungan kerjasama di bidang keamanan maritim selama kurun waktu 10 tahun. Hasilnya terjadi peningkatan kapasitas sumber daya manusia, baik pada tataran regulator maupun industri di dalam negeri.

Bentuk kerja sama keamanan maritim yang selama ini berlangsung bervariasi, seperti yang terakhir  berlangsung adalah kerjasama pada bulan Pebruari tahun ini, ketika  menyelenggarakan workshop yang menitikberatkan pada keamanan terminal kapal pesiar.

“Dari workshop itu memberikan perspektif baru dalam hal pengaturan keamanan bagi fasilitas pelabuhan yang melayani kapal pesiar,” ujar  Direktur Kesatuan Pejagaan Laut dan Pantai, Junaidi, ketika membuka The Port Security Regulatory Deep Dive Group Discussion di Hotel Anvaya, Bali, Kamis (14/8).

Kini, berlangsung kerja sama lagi dalam bentuk  diskusi bersama. Kegiatan disuksi selama dua hari itu (14-15 Agustus) merupakan kerjasama Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerjasama dengan Pemerintah Australia melalui Avia tion and Maritime Security, Australia Department of Home Affairs.

Kegiatan ini dipimpin secara bersamaan Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Junaidi dan First secretary Transport (Attache Transport) - Aviation Maritime Security, Departemen of Home Affairs, David Scott, serta menghadirkan narasumber expert dari Arup Consultant Australia, Mr. Ross Newcombe and Mr. Jonathan Farley.

Adapun peserta diskusi berasal dari Kantor Kesyahbandaran Kelas Utama Tanjung Priok, Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Benoa serta perwakilan dari Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai

Se lanjutnya Junaidi menambahkan, bahwa dalam kegiaran Diskusi ini akan dibahas secara ent dan penalties, penanganan insiden di Pelabuhan sesuai dengan karakteristiknya, Pelatihan dan pengecekan latar belakang  staf pelabuhan, serta penanganan dan penyimpanan muatan.

“Saat ini, kita akan berdiskusi bersama dalam upaya untuk meningkatkan performa keamanan pelabuhan di Indonesia, melalui penyempurnaan instrumen-instrumen peraturan yang mengatur implementasi ISPS Code khususnya untuk fasilitas pelabuhan,” jelas Junaidi.

ISPS Code atau Kode Keamanan terhadap Kapal dan Fasilitas Pelabuhan didefinisikan sebagai aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan.

Tahun ini, Indonesia telah memasuki tahun ke-14 penerapan ISPS Code. Hingga saat ini, Ditjen Perhubungan Laut telah mencatat sebanyak 367 fasilitas pelabuhan di Indonesia secara penuh telah menerapkan ISPS Code, yang terdiri dari  terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) 111, 59 pelabuhan umum, dan 197 terminal khusus (Tersus). Sedangkan pada kapal, ISPS Code telah diterapkan di 1.370 unit kapal untuk pelayaran internasional.

Lebih lanjut, Junaidi menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya ISPS Code pada 1 Juli 2004, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku Designated Authority telah mengeluarkan aturan perundang-undangan yang mengatur penerapan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan sesuai dengan ketentuan konvensi internasional tersebut. 

Sesuai dengan perkembangan jaman dan dinamika keamanan secara global, peraturan-peraturan yang ada juga telah dikaji ulang untuk mengidentifikasi room for improvement atau hal-hal yang dapat  diperbaiki ataupun kembangkan.

“Saya yakin bahwa best practices atau praktek-praktek terbaik yang disampaikan oleh Australia, sebagai negara yang telah diakui mempunyai Maritime Security Regime yang handal, dapat memberikan gambaran atau ide-ide peningkatan implementasi ISPS Code di Indonesia,” tutup Junaidi. (Abu Bakar)



.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama