PPI Bela Pelaut Sampai Tuntas Di Berbagai Daerah


Jakarta – Pihak pemberi pekerjaan (perusahaan) dan pembina (regulator) pada pelaut kiranya perlu menjalankan ketentuan ketenagakerjaan, sebab Pergerakan Pelaut Indonesia ( PPI) terus melakukan advokasi pada pelaut yang menghadapi masalah sampai tuntas.  Itu terlihat ketika PPmenjalani sidang gugatan di Peradilan Hubungan Industrial (PHI) di beberapa daerah seperti di Jakarta dan yang akan dilangsungkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Pada sidang di PHI DKI Jakarta, pada Kamis lalu (6/9) adalah gugatan pada PT .  KLS, karena tidak menjalankan anjuran dari Dinas Ketenagakerjaan Jakarta untuk membayarkan hak pelaut yanag dipekerjakannya seperti sisa upahtiket kepulangan dan biaya perawatan pada pelaut.

Menurut Ketua Advokasi, Hukum dan HAM DPP PPI, Imam Syafi’i, semua gugatan berdasarkan pada urutan penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan yang berlaku. 

"Jadi prosesnya mulai dari bawah sampai akhirnya terpenuhi syarat mengajukan gugatan ke PHI,” ungkap Imam Syafi’i.

Gugatan yang berlangsung di PHI Propinsi DKI Jakarta berdasarkan kuasa  atas nama Ari Friska Sangapta Pinem menggugat PT. KLS, karena memulangkan dan menurunkan pelaut yang kapalnya sedang berada di Korea Selatan tanpa biaya kepulangan dan belum membayarkan sisa upah selama 6 bulan lebih serta biaya berobat. Tuntutan atas semua yang belum dibayarkan  sebesar USD 15.569.

Selain itu juga ada dua perkara yang sedang ditangani di PHI  Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Perkara pertama akan dilangsungkan persidangan pada 18 September 2018. Tergugat pada perkaran ini adalah PT. CUPL. Dasar gugatan karena pihak perusahaan melakukan pemutusan kerja sepihak. Atas pemutusan kerja itu pihak pelaut yang bekerja pada pihak perusahaan tidak dibayarkan upahnya selama 7 bulan. 

Selain itu karena sebagai pekerja tetap,  tuntutan lainnya uang penghargaan masa kerja, ganti rugi perumahan dan perobatan. Total seluruh tuntunannya sebesar Rp. 83, 18 juta.

Masih di Kalimantan Selatan, melalui PHI di Banjarmasin, PPI juga akan menjalani kegiatan persidangan bulan ini (25 September 2018) dengan tergugat PT SPM karena memberhentikan sepihak dan belum membayarkan pesangon serta serta hak-hak lainnya yang ditotal secara keseluruhan mencapai Rp 93,75 juta.

Selain itu juga PPI masih mengurus perkara pelaut yang masih dalam tahaf drating (penyusunan naskah gugagatan ) untuk dilayangkan gugatan ke PHI dimana pelaut menghadapi masalahnya.  Tercatat ada 3 perkara yang masih drafting itu, yakni di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.

Atas apa yang dilakukan pihak DPP PPI itu, Imam Syafi’i menyatakan, sebagai upaya agar hak-hak pelaut bisa diterima sebagaimana adanya sesuai ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku.

“Mengingat sampai saat ini hak-hak pelaut masih sangat banyak yang tidak diberikan. Dan ironisnya, apa yang mereka hadapi tidak berhasil diperjuangkan, sehingga sebagai wadah pelaut, kami terlibat mendampingi,” katanya.

Dari hasil catatan yang diperjuangkan selama ini PPI berhasil membantu masalah dihadapi pelaut dengan pihak yang memberikan pekerjaan. Bahkan sejumlah perusahaan merasa senang atas apa yang dilakukan PPI, karena apa yang digugat tidak keluar dari hak-hak pelaut.

“Bahkan sejumlah perusahaan pelayaran mengarahkan pelautnya untuk menjadi anggota kami,” katanya.

Atas dukungan dari perusahaan itu, Imam menyatakan menyambut positip mengingat apa yang diperjuangkan untuk pelaut mendapat perhatian dari pihak pengusaha pelayaran atau penyalur tenaga kerja pelaut.

“Tapi tanggung jaawab kami juga menjadi bertambah, karena pengusaha pelayaran atau pihak penyalur pelaut akan berkordinasi pada kami atas pelautnya yang menjadi anggota PPI jika tidak menjalankan tugas dengan sebaiknya,” katanya. (Abu Bakar)



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama