Jakarta - Sebanyak 15 pelaut kapal ikan asal Indonesia yang kerja di kapal China mengadukan ke DPP Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) karena pemulangan sepihak setelah sebagian besar dari mereka upahnya tidak dibayarkan selama 6 bulan dan mendapat perlakuan tidak manusiawi.
Kordinator pelaut yang dipulangkan, Rionardo mengatakan, di China ke 15 pelaut itu bekerja sejak bulan April 2018 melalui agen penyalur PT MSI di Bekasi, Jawa Barat. Mereka ditempatkan pada tiga kapal yakni kapal Fu Yuan Yu 058, Fu Yuan Yu 055, dan Fu Yuan Yu 054.
Dalam perjanjian kerja laut (PKL) disebutkan upah setiap pelaut sebesar US $ 400. Tapi setelah bekerja selama 6 bulan upah mereka tidak dibayarkan.
Para pelaut mengetahui upahnya tidak di bayar pada akhir bulan September ketika kapal sandar di pelabuhan yang berada di kota Xiamen, setelah selama 6 bulan mencari ikan di perairan Jepang.
Para pelaut mengetahui upahnya tidak di bayar pada akhir bulan September ketika kapal sandar di pelabuhan yang berada di kota Xiamen, setelah selama 6 bulan mencari ikan di perairan Jepang.
"Selama melaut mencari ikan kami tidak bisa menghubungi keluarga, karena hp tidak dapat sinyal. Barulah setelah sandar kami bisa kontak keluarga di Indonesia dan dapat informasi upah belum ditranfer selama enam bulan bekerja," kata Rionardo.
"Selanjutnya pihak perusahaan mengurus kami untuk dipulangkan," katanya.
Pihak pelaut melihat proses kepulangan mereka terkesan diusir. Itu bisa terlihat pada saat pemindahan ke kapal Ocean Star pelaut. Ada teman yang diminta pindah dengan cara tasnya yang berisi pakaian dilempar ke luar kamar kapal.
Para pelaut itu dipulangkan pada hari Kamis 18 Oktober dengan transit di Hongkong. Kemudian melanjutkan penerbangan pada hari Jum'at pukul 08.35 waktu Hongkong. Pelaut tiba di bandara Sukarno Hatta, Cengkareng, Jum'at sore (19/10).
Setiba dari bandara mereka langsung menuju Kantor DPP PPI. Mereka diterima langsung Ketua Umum DPP PPI, Andri Yani Sanusi dan pengurusnya di kantornya, Jakarta Utara.
Pihak pelaut melihat proses kepulangan mereka terkesan diusir. Itu bisa terlihat pada saat pemindahan ke kapal Ocean Star pelaut. Ada teman yang diminta pindah dengan cara tasnya yang berisi pakaian dilempar ke luar kamar kapal.
Para pelaut itu dipulangkan pada hari Kamis 18 Oktober dengan transit di Hongkong. Kemudian melanjutkan penerbangan pada hari Jum'at pukul 08.35 waktu Hongkong. Pelaut tiba di bandara Sukarno Hatta, Cengkareng, Jum'at sore (19/10).
Setiba dari bandara mereka langsung menuju Kantor DPP PPI. Mereka diterima langsung Ketua Umum DPP PPI, Andri Yani Sanusi dan pengurusnya di kantornya, Jakarta Utara.
Atas pengaduan pelaut itu, Andri Yani Sanusi menyatakan para pelaut yang mengadukan itu telah mendapat perlakuan yang tidak manusiawi selama bekerja di kapal, seperti tempat tidur yang tidak layak, makan yang minim.
"Ini perlakuan yang buruk pada pelaut Indonesia. Berbanding terbalik pada pekerja China yang ada di Indonesia yang mendapat perlakuan sangat baik, baik dari sisi upah maupun sarana tinggalnya," kata Andrey Sanusi.
"Ini perlakuan yang buruk pada pelaut Indonesia. Berbanding terbalik pada pekerja China yang ada di Indonesia yang mendapat perlakuan sangat baik, baik dari sisi upah maupun sarana tinggalnya," kata Andrey Sanusi.
Atas perlakuan yang tidak manusiawi itu, Andri Sanusi mendesak pemerintah untuk mengatasi masalah yang dihadapi pelaut-pelaut tersebut, dengan meminta pertanggungjawaban pada pihak perusahaan keagenan pengerah pelaut yang menyalurkan mereka bekerja di kapal China.
"PT MSI harus memenuhi hak-hak pelaut yang sudah bekerja selama 6 bulan, dan mambiayai kepulangan mereka ke Indonesia. Karena kepulangan mereka bukan keinginannya tapi dipulangkan oleh perusahaan yang menjadi tempat pelaut bekerja," kata Andrey Sanusi.
Untuk menyelesaikan upah yang belum dibayarkan, mereka menguasakan pada PPI untuk mengurusnya.
Ketua Advokasi, Hukum dan HAM DPP Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI), Imam Syafi’I menyatakan, langkah awal atas kuasa para pelaut, pihak PPI akan menghubungi pihak perusahaan yang menyalurkan bekerja di kapal, agar memberikan hak-hak ke 15 orang pelaut kapal ikan itu, tanpa dipotong biaya kepulangan mereka dengan pesawat.
“Yang akan kami perjuangkan adalah hak-hak pelaut itu yang wajib dibayarkan, dan kepulangan mereka dengan pesawat bukan tanggung jawab pelau,” kata Imam Syafi’i.
Jika PT MSI tidak memberikan hak-hak mereka, tambah Imam Syafi’i, maka tahap selanjutnya membawa penyelesain masalah terebut ke Kemenaker. Jika tidak bersedia juga membayarkan upah, maka akan lakukan upaya penegakan hukum melalui Peradilan Hubungan Industri (PHI). (Abu Bakar)
Tags:
HUKUM