Presiden Jokowi Harus Ambil Alih Pengendalian Masalah Papua dan Papua Barat

Dr. Kastorius Sinaga, Sosiolog Universitas Indonesia. Foto:Ist
JAKARTA - Insiden mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, dan kemudian merembet menjadi kerusuhan di Manokwari, Sorong, Fakfak dan Mimika Papua Barat menjadi perhatian semua pihak. Pemerintah dituntut untuk segera bertindak cepat, agar jangan sampai ada kepentingan-kepentingan tertentu yang ikut menungganginya.

Mencermati kondisi itu, Sosiolog Universitas Indonesia, Dr. Kastorius Sinaga berpendapat, agressi massa di Papua jangan sampai terus berlanjut. Menurutnya, apabila kerusuhan terus berlangsung di Papua maka akan menjadi faktor utama disintegrasi nasional. “Ini akan dapat berujung fatal bagi stabilitas dan keamanan nasional seperti pernah dialamai pada kasus lepasnya Timor Timur di Tahun 1999,” ujar Kastorius Sinaga, Rabu (21/8).

Solusi permasalahan Papua dan Papua Barat, lanjut Kastorius, tidak bisa dilihat parsial dari sudut keamanan saja. Ia menandaskan, agresi masa dari sekadar ungkapan emosional akibat tindakan rasisme terhadap warga Papua di Jawa Timur ke motif Kemerdekaan Papua dari NKRI harus ditanggapi serius oleh Pemerintah Pusat.

Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara harus mengambil alih langsung situasi pengendalian Papua dan Papua Barat, jangan hanya menyerahkannya tanggung-jawab secara parsial dan teknis sektoral ke para pembantunya termasuk ke tangan TNI dan Polri sebagai leading sector untuk pemulihan keamanan.

Papua dan Papua Barat saat ini menjadi barometer paling kritis atas adanya ancaman disintegrasi bangsa. Karenanya menjadi wajar bila Presiden mengambil alih seluruh penanganan masalah Papua dan Papua Barat termasuk dalam merumuskan platform penyelesaian berjangka panjang. Bila tidak maka dikhawatirkan eskalasi kerusuhan akan berlangsung ke arah kebuntuan politik yang akan mengancam persatuan bangsa.

“Saatnya Presiden meletakkan prinsip “human dignity” bagi penyelesaian Papua. Papua tak bisa diselesaiakan hanya dari security approach dan pembangunan fisik infrastruktur. Namun terutama menempatkan kembali warga Papua setara dengan warga Indonesia secara keseluruhan. Penempatan martabat ras Papua sebagai entry point utama yang harus diprioritaskan oleh Presiden di dalam penanganan masalah Papua ke depan dengan mengajak semua perwakilan masyarakat adat Papua di dalam mencari solusi terbaik untuk Papua damai ke depan,” papar Kastorius Sinaga.

Perhatian Pemerintah Lebih Besar
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) meminta kepada publik agar tidak memandang sebelah mata terkait sikap Indonesia pada Papua dan Papua Barat. Dia menilai pemerintah sudah memberikan perhatian besar kepada wilayah yang kini sedang terjadi insiden di beberapa daerah di Papua Barat.

Wapres JK menjelaskan subsidi untuk wilayah tersebut diberikan lebih besar dari pada penghargaan yang diberikan PT freeport. Dari sektor ekonomi juga banyak mengira bahwa Indonesia yang mengambil sumber daya alam (SDA).

Lebih lanjut diutarakan Wapres JK, semua penghasilan besar itu Freeport dan gas itu kurang lebih Rp 20 triliun pajak royaltinya. Namun, lanjutnya, pemerintah memberikan anggaran, pembangunan, subsider hampir Rp 100 triliun.

Daeng Ucu, begitu Wapres JK biasa dipanggil, mengatakan, pemerintah telah berusaha untuk membangun Papua dengan wilayah lain. Kemudian dia juga menuturkan Papua juga otonomi politik yang istimewa dibanding daerah lainnya. Salah satunya adalah, gubernur harus berasal asli dari Papua.

“Papua itu luar biasa otonominya. Tapi Gubernur di Papua tapi secara hukum, teman-teman Papua bisajadi gubernur di Jakarta, Jabar. Tapi orang Jakarta, Jabar dan lain-lain tidak bisa menjadi Gubernur Papua,” tandas Wapres JK.

Penyelesaian secara komprehensif dan transparan dalam setiap tahapannya perlu dilakukan untuk mendamaikan bumi Papua. (RD)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama