Firli Bahuri menjadi Ketua KPK 2019-2023. |
Seperti yang publik terka-terka belakangan ini. Kelima figur yang dipilih itu ada diantaranya yang merupakan sosok kontroversial, lantaran menuai pro kontra.
Kelima pimpinan tersebut yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Lili Pintauli Siregar.
Sementara itu, DPR menunjuk Firli Bahuri sebagai Ketua KPK karena memiliki suara terbanyak.
Agar lebih mengetahui siapa figur yang akan membawa lembaga antirasuah empat tahun ke depan itu, berikut penelusurannya.
1. Firli Bahuri
Dalam voting yang dilakukan, Komisi III menyepakati Firli Bahuri sebagai ketua KPK periode 2019-2023 dengan memperoleh 56 suara. Irjen Firli saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. Firli tercatat pernah menjabat sejumlah jabatan penting. Dia pernah menjabat ajudan Wapres Boediono. Irjen Firli juga pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Dalam jenjang kariernya, dia pernah mengundang kontroversi ketika diduga melanggar kode etik saat menjadi Deputi Penindakan KPK. Kejadian berawal ketika dia bermain tenis dengan TGB, mantan gubernur NTB yang saat itu menjadi saksi pada kasus yang sedang diusut KPK.
Di hadapan anggota Komisi III, Firli menjelaskan dugaan masalah etik yang dituduhkan kepada dirinya saat menjadi Deputi Penindakan KPK. "Dan memang mohon maaf, apa salah saya bertemu orang di lapangan tenis, bertemu bukan mengadakan pertemuan, di dalam pasal 36 Pak, di situ disebutkan mengadakan hubungan dengan seseorang, tersangka atau pihak lain yang ada perkaranya di KPK, saat saya bertemu dengan TGB, TGB ini bukan tersangka dan sampai hari ini belum pernah jadi tersangka," jelas Firli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (22/9).
2. Alexander Marwata
Alexander Marwata yang kembali terpilih menjadi pimpinan KPK dengan memperoleh 53 suara. Dia satu-satunya komisioner KPK petahana yang kembali terpilih. Alexander Marwata menempuh pendidikan D IV Jurusan Akuntansi STAN Jakarta, S1 Ilmu Hukum Universitas Indonesia, dan Magister Hukum Unika Atma Jaya Jakarta.
Kariernya dimulai di Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP), dia bekerja di sana selama 24 tahun sejak 1987 hingga 2011. Di 2010, dia menjadi Kepala Divisi Yankum dan HAM, Kantor Wilayah Hukum dan HAM Yogyakarta.
Selanjutnya 2012, dia menjabat sebagai kepala divisi pelayanan Hukum dan HAM di Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sumatera Barat sekaligus Direktur Penguatan HAM di Direktorat Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM. Di tahun yang sama, dia mulai menjadi hakim Ad-Hoc di Pengadilan Tinggi Tipikor Jakarta, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam laporan LHKPN KPK, Alexander Marwata memiliki harta sebesar Rp3,9 miliar. Pria yang kerap disapa Alex ini terakhir melaporkan hartanya pada Februari 2019.
3. Nurul Ghufron
Nurul Ghufron terpilih menjadi pimpinan KPK dengan 51 suara. Nurul adalah Dekan Universitas Jember, Nurul Ghufron tercatat mempunyai harta sekitar Rp1,8 Miliar.
Terpilihnya menjadi pimpinan KPK, Nurul berjanji akan membawa KPK menjadi lebih baik, dia juga berencana menyolidkan para pimpinan hingga internal KPK setelah mulai bekerja nanti.
Dia juga ingin membangun sinergi dengan berbagai pihak, guna melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Selanjutnya akan bersinergi dengan segenap pihak baik pencegahan dan pemberantasan," katanya.
4. Nawawi Pomolango
Nawawi Pomolango yang terpilih dengan 50 suara. Nawawi Pomolango, yang merupakan Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali. Sebelumnya dia pernah menjadi Ketua PN Jakarta Timur pada 2016. Saat menjadi Ketua PN Jaktim, Nawawi pernah menjadi hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Nawawi pernah menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada eks hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, dalam kasus suap uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dia juga pernah menghukum eks Ketua DPD Irman Gusman selama 4,5 tahun penjara dalam kasus suap kuota gula impor.
5. Lili Pintauli Siregar
Lili Pintauli Siregar juga terpilih menjadi pimpinan KPK dengan memperoleh 44 suara. Lili Pintauli Siregar adalah seorang advokat. Dia juga pernah menjadi Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dua periode mulai dari 2008-2013 dan 2013-2018.
Saat uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK, anggota Komisi III Erma Ranik menanyakan sikap Lili Pintauli Siregar setuju atau tidak terkait revisi UU KPK yang tengah bergulir.
Lili menjawab, setuju selama hal tersebut menjadi penguatan KPK. Secara khusus, mantan komisioner LPSK itu meminta adanya revisi terkait berhubungan dengan pemberian perlindungan saksi.
Tidak puas, Erma menegaskan, Lili harus menjawab poin apa yang disetujui dan ditolak dalam draf revisi UU KPK. "Makanya saya tanya, apa saja revisi UU KPK yang ibu setujui, yang ibu anggap menguatkan jangan plintut-plintut. Hari ini bilang setuju nanti enggak ada ngomong begitu," kata Erma.
Lili menjelaskan, satu poin revisi yang disetujui. Yaitu tentang pemberhentian kasus alias surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Lili setuju ada bagian kasus tidak ditutup untuk dilanjutkan jika temu bukti lain. Kata dia, revisi tersebut diperlukan untuk menjawab kegelisahan tersangka yang kasusnya tidak kunjung disidangkan.
"Saya pertama melihat yang setuju adanya SP3 karena ini juga tidak menutup kalau ada bukti lain itu bisa dibuka kembali. Walaupun ini berlaku lembaga penegak hukum lain, misal kejaksaan dan kepolisian juga KUHAP mengatur SP3. Saya pikir ini untuk memberikan kepastian hukum kepada status demikian," ucap Lili.
Namun, Lili menolak wacana pembentukan dewan pengawas. Kata dewan pengawas terlalu berhubungan hal teknis. Padahal kata dia, KPK adalah lembaga yang unik. "Kalau dewan pengawas, saya tidak setuju kalau berhubungan dengan teknis. karena teknis banget kalau saya lihat dari media bagaimana mungkin soal perizinan itu. Karena ini lembaga unik, KPK kan lembaga unik yang beda dengan lain," jelasnya.