Wapres JK berharap agar wacana kemunculan GBHN tidak merubah sistem ketatanegaraan kita. Foto: Ist. |
Kini, garis besar yang berisi acuan untuk pembangunan secara bertahap itu diwacanakan dihidupkan kembali. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo merupakan pihak yang mewacanakan hal itu. Menteri kader PDIP ini menyebutkan GBHN diperlukan agar presiden dapat memenuhi janji-janjinya.
Menurutnya, negara yang besar memerlukan rencana terarah jangka panjang, dan kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Hal itu selayaknya pernah dilakukan orde baru.
Menanggapi wacana itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Selasa (13/8) mengatakan, penghidupan kembali GBHN harus dilakukan kajian mendalam dan hati-hati. Hal ini dikarenakan GBHN merupakan produk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara. Bila menganut sistem ketatanegaraan ini kembali, berarti pemilihan presiden oleh MPR. "Apakah rakyat mau haknya diambil oleh MPR?" tanya Wapres JK menanggapi wacana penghidupan GBHN itu.
Wapres JK menandaskan, wacana dimunculkannya kembali GBHN itu perlu kajian mendalam karena risiko dari kemunculannya itu. "Itu semua setuju, ada suatu garis besar yang disetujui oleh instansi lembaga negara. Cuma memang efeknya yang harus dikaji ulang. Apakah itu membuat MPR menjadi lembaga tertinggi lagi? Tentu ini akan dikaji DPR, karena MPR itu membawahi DPR lagi," tandas Wapres JK.
Wapres JK menyatakan, GBHN itu untuk membuat acuan pembangunan. Pemerintah sekarang ini telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Itu merupakan penjabaran dari janji-janji kampanye Presiden. (UC/KP)
Tags:
SEPUTAR ISTANA